#Prolog
Hujan dan Langit
“Huaaa hujan, asik!” teriak Ayas.
“Asik apanya, jadi nggak bisa pulang nih Yas, mana dingin,” timpal
Nata sinis.
“Yee, kamu nggak tahu sih Nat, hujan itu ajaib tahu, aku pernah baca
nih ya Ilmuan meneliti bahwa di dalam hujan ada nyanyian yang cuma bisa
didengerin sama orang yang lagi kangen,” Ayas menerangkan.
“Tetep aja, bikin baju kotor, surem, lagian aku nggak kangen sama
siapa-siapa jadi yang ada cuma ngerugiin buat aku,” Nata menjawab lagi sambil
memakai kapucong jaketnya
“Ih Nata, aku sih suka sama hujan, bau air bercampur tanah, suara
air jatuh yang bikin pikiran adem, terus kalau lagi jalan di bawah hujan kayaknya
banyak yang nemenin gitu,” Ayas tak mau
kalah.
“Kamu itu selalu aja menye-menye,
aku lebih suka langit biru yang cerah, luas, bebas, bikin banyak inspirasi, lagian
kalau langit cerahkan kita bebas main diluar,” Nata mengungkapkan argumennya.
“Yee, main dibawah hujan juga asik lho, sini aku tunjukin,” Ayas
menarik tangan Nata untuk berlari pulang tanpa payung.
Nata dan Ayas memang seperti langit cerah dan hujan, sangat berbeda,
namun mereka tetap bersahabat dekat, keajaiban satu disbanding seratus, tetapi
seperti langit cerah dan hujan, ada kalanya mereka terjadi pada saat yang
bersamaan,walaupun langka, bisa dibilang keajaiban yang indah.
#1
New Deskmate (Ayas)
Wuss…udara pagi yang sangat menggigit tak menyurutkan langkah Ayas
memasuki gerbang sekolahnya yang baru. Hari ini adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa di SMP Nusa Bakti 5, itu
sebabnya dirinya sudah berdiri lengkap dengan atribut perintah kakak kelas yang
membuatnya gatal, tapi dia senang, antusias lebih tepatnya. Ayas meyakini bahwa
setiap awal harus baik karena itu akan menentukan akhir dari segalanya.
Dengan mantap dia memasuki ruang kelasnya dan menatap sekeliling
kelas untuk mencari tempat duduk, dia tidak mengenal siapapun, ya karena dia
adalah murid pindahan dari luar kota. Papanya dipindah tugaskan di Bandung,setelah
sebelumnya dia dan keluarganya menetap di Salatiga. Mata Ayas tertuju pada satu
bangku kosong didekat seorang anak laki-laki yang tertunduk, tanpa ragu Ayas
mendekatinya dan bertanya, “tempat duduk ini ada yang nempatin nggak?”
Anak laki-laki itu menggeleng samar lalu berkata “kamu mau duduk
disini?” katanya tergagap.
“Ia,boleh ya?” Ayas langsung duduk dan menaruh tasnya lalu
mengulurkan tangan,”Aku Laras, Laras Setyorini, tapi biasa di panggil Ayas.”
“Aku Nata, Nata Wijaya Kusuma,” cowok itu mengulurkan tangannya
menyambut uluran tangan Ayas.
“Aku baru pindah nih dari Salatiga, jadi nggak kenal siapa-siapa, hehe,
kamu asli sini?” tanya Ayas.
“Ia, aku dari SD Kepatihan 1,” jawabnya datar.
Ayas hanya ber-ooh lalu pamit untuk berkenalan dengan teman
sekelasnya yang lain. Tak sampai setengah jam Ayas sudah akrab dengan
teman-teman sekelasnya, dia memang orang yang tergolong mudah bergaul dengan
siapa saja. Saat asyik bercerita dengan teman-temannya tak sengaja dia melihat
Nata yang diam saja dan asyik dengan bukunya.
“Eh, Nata itu temen SD kalian kan? Anaknya kayaknya pendiem banget
deh,” tanya Ayas pada beberapa temannya yang berasal dari SD yang sama dengan
Nata.
“Ia tuh, dia pendiem banget, kerjaannya belajar mulu, ekspresinya
datar, nggak ada yang tahu dia gimana, terus pelit lagi,” sahut Shinta
“Pelit ? Soal apa?” tanya Ayas lagi.
“Ia pelit soal pelajaran, jarang ngasi tahu gitu, terus kalau
ngajarin juga judes, jarang ngeliat dia ketawa,” sahut Mika.
Ayas tak sempat
bertanya lagi karena kakak kelas sudah mulai datang untuk memulai acara MOS.
Sebelum mereka bergegas menuju lapangan, Ayas berkata pada Nata.
“Nat, ntar kalau kamu jatuh cinta kasi tahu aku ya?”
Nata hanya mengernyitkan dahi tanda bertanya “untuk apa?”.
Seolah bisa membaca pikiran Nata, Ayas melanjutkan, “Ia soalnya kata
kakak aku, kalau cowok jatuh cinta itu bisa berubah 180 derajat dari sifat
aslinya. Nah aku pengen tahu kamu versi nggak terlalu ‘cool’ kayak gini. hehe”
Nata hanya melihat gadis itu dengan bingung. Tapi dia mengangguk
saja.
“Yeey, eh yuk deh ke lapangan cepetaan,” Ayas berkata sambil
mendorong punggung cowok itu sampai ke lapangan.
Nata pun menganggap ucapan Ayas angin lalu dan terpaksa mempercepat
langkah kaki karena dorongan dari cewek yang menurutnya sok akrab ini.
Dia tak menyadari bahwa suatu saat omongan Ayas barusan akan membawanya
pada situasi yang sangat sulit.
#2
First Best Friend (Nata)
“Nata, ini gimana caranya?” Ayas berkata sambil garuk-garuk kepala.
“Aduh Yas, masak gitu aja nggak ngerti, ini kan dikaliin ini, dimisalin
terus baru di bagi, ngerti nggak kesimpulannya ?” jawab Nata dengan sinis.
“Ngerti, kesimpulannya kamu nggak cocok jadi guru, ayodong Nat, kalau
ngajari tuh yang sabar, ayo ajarin…..” rengek Ayas setengah memaksa.
Nata hanya bisa menghela nafas, lalu berusaha menekan emosinya dan
mengajari Ayas sesabar yang dia bisa, kalau tidak cewek itu tidak akan berhenti
merengek sampai kuping Nata panas.
Yap, setelah 1 semester duduk bersama, Ayas tidak pernah berhenti
membuat Nata menjadi pribadi yang lebih ceria, dia terus berusaha mengajak Nata
ngobrol soal apapun. Seperti hari ini, seusai mengajari Ayas matematika, Nata
masih dijejali headset untuk mendengarkan lagu yang menurut Ayas bagus.
“Nata, aku denger lagu ini nih, dengerin deh bagus loh,” seru Ayas
semangat.
“Nggak ah yas,” jawab Nata ogah-ogahan.
“Yee dengerin dulu, ato aku nyanyiin aja buat kamu?” seru Ayas lagi.
“eee..gak usah nyanyi gak usah nyanyi, oke aku dengerin,” Nata menyumbatkan headset ke telinganya.
Dengerin ajadeh daripada si Ayas nyanyi bisa geger gunung kidul denger suara
cemprengnya, Nata menggumam dalam hati.
Kriiing, dering bel istirahat berbunyi.
“Yas, beli siomay yuk,” ajak Asti.
Ayas mencopot headsetnya dan mengangguk,”Yuk.. Nat kamu nggak ikut?
Kamu nggak laper ?” Ayas menoleh pada Nata
“Males, kantin rame,” jawab Nata datar.
“Tapi kamu laper? Yaudah aku beli’in roti ya, yuadah yuk Ti,” Ayas
nyelonong keluar kelas.
Nata hanya mengangkat bahu, Ayas..Ayas, belakangan hidupnya dipenuhi
dengan cewek itu. Dia selalu rajin meng-sms dirinya tiap hari hanya untuk
ngobrol atahu curhat. Ayas selalu menganggapnya teman dekat,selalu percaya
padanya, tidak pernah marah atahu tersinggung dengan sikap sinisnya, keukeuh
ngajak dia berbagi. Mungkin itu sebabnya, dia mulai terbuka pada Ayas, ya hanya
pada Ayas. Baru kali ini dia merasakan punya seorang…..Sahabat.
#3
I wanna be a cheerleader (Ayas)
Krriing kriing….Suara sepeda Nata memekakkan telinga. Ayas berlari dan
dengan satu kali lompatan sudah berada di boncengan sepeda Nata. Dengan lantang
ia memberi komando, “jalan bos!”
“Lama banget sih, udah mau telat juga,” omel Nata dengan sinis.
“Jangan marah-marah dong, kan udah SMA harus punya persiapan mateng
dong kalau mau ke sekolah,” ujar Ayas tetap ceria.
“Ke sekolah apa mau perang, pake persiapan mateng segala,” Nata
masih sinis berkomentar.
“Kan hari ini aku mau tes cheer Nat,” Ayas berkata sambil mempererat
lingkar tangannya pada Nata karena cowok itu sedikit ngebut.
Nata merasakan desir aneh didadanya saat tangan Ayas lebih erat
berpegangan. Dia tidak tahu itu apa dan menganggapnya hanya perasaan kaget
biasa.
Begitu tiba disekolah, Ayas melompat dari sepeda dan berbalik pada
Nata.
“Nat, ntar mau nungguin aku sampai tes cheer selesaikan?” Ayas
memohon.
“Nyusain aja, yaudah.” Nata menjawab sinis tapi akhirnya menyetujui
juga.
Ya begitulah mereka, bersahabat dekat sejak kelas 1 SMP hingga
menginjak bangku SMA pun mereka kedekatan mereka tak pernah berubah.
Sejak dulu impian terbesar Ayas adalah menjadi cheerleader. Baginya musik
dan tari memberi dia jiwa. Sejak kecil dia rajin menonton semua film cheerleader
dan mempraktekannya dikamarnya. Dia juga
merengek pada mamanya untuk les balet. Selain itu alasan Ayas ingin menjadi
cheerleader adalah baginya ada sesuatu magical
yang dia lihat saat melihat deretan gadis-gadis berseragam dengan pompom,
kreativitas, latihan keras, disiplin dan yang tak kalah penting ia senang
menjadi bagian dari sebuah eforia yang menumbuhkan semangat tim entah saat
kalah atau menang.
Oleh karena itu, siang ini kakinya seperti bergerak sendiri mengikut
hentakan musik, lalu tubuhnya mengikuti gerakan demi gerakan yang telah
dilatihnya berbulan-bulan. Semua gerakan sulit dapat dengan mudah dapat ia
kuasai. Dan saat music berhenti, tepukan dari juri, senior, dan teman-teman tes
lainnya membuat Ayas yakin bahwa dia sudah berhasil menjadi tim pemandu sorak
SMU Pelita Harapan mulai saat ini.
Seusai tes cheer Ayas segera
berlari menuju UKS tempat Nata menunggunya, ia membuka pintu UKS terlalu keras
agaknya, tak ayal membuat Nata terkejut dan langsung berdiri dari tempat
tidurnya. Ayas langsung memeluknya dan berteriak, “Aku berhasil Nat, I’m a
cheerleader now!” begitu sumringahnya Ayas sampai tak memperhatikan muka Nata
yang memerah.
Sekali lagi dada Nata berdesir, lalu menyembunyikannya dengan
cepat-cepat berjalan, ”Selamat, yuk pulang yas, laper.” Ayas mengikuti langkah
Nata dengan muka masih berseri-seri.
#4
Anak Baru Sok Tahu (Nata)
Hari ini akan ada murid baru di kelas Ayas dan Nata. Kelaspun sibuk
membicarakan seperti apa murid baru itu. Dengar-dengar dia cowok pindahan dari
Jakarta. Nata jengah dengan keramaian dikelasnya dan memutuskan pergi ke
toilet.
Tak Lama setelah Nata ke toilet murid baru itu muncul dengan
didampingi bu Eka. Semua anak terutama cewek terkagum-kagum melihatnya, tubuh
tegap dengan tinggi semampai dan muka indo serta kamera DSLR tergantung
dilehernya.
“Baik anak-anak, hari ini kelas kalian akan bertambah 1 penghuni
baru, silahkan perkenalkan diri kamu, maaf ibu tidak dapat menemani karena ada urusan.”
Anak baru itu mengangguk lalu memperkenalkan diri, “Namaku November
Satria Putra, pindahan dari Jakarta, aku suka banget fotografi. Oia panggil aja
aku Inov, makasih.”
Inov lalu memandang ke sekeliling kelas dan sedikit kaget melihat Ayas
lalu dia tersenyum,”Hai, aku duduk disini ya?”
“Itu tempat dudukku, cari aja tempat duduk lain,” Nata yang datang
dari toilet langsung menduduki tempatnya dengan sinis.
“Kamu duduk di belakangnya Nata aja Nov, itu kosong kok,” kata Ayas.
“Thanks Yas,” Inov tersenyum
Nata terlihat tidak senang dengan Inov, entah karena dia takut dia
merebut kursinya atau merebut Ayas darinya. Ah
pikiran bodoh apalagi ini.Sementara Ayas masih heran,kenapa Inov tahu
namanya.
Selama pelajaran, Inov mengamati Ayas dan Nata. Dia mengamati dan
sesekali memotret diam-diam Ayas dan Nata yang sedang berbincang, tertawa, dan
menemukan sesuatu diantaranya. Maka saat bel istirahat berbunyi dan Ayas pergi
ke kantin, Inov duduk ditempat Ayas dan mengulurkan tangan.
“Kayaknya tadi kamu nggak ada pas aku perkenalan, kenalin, aku Inov,
maaf ya tadi mau ngerebut tempat duduk kamu, aku nggak tahu kalau itu udah ada
yang nempatin,” Inov berujar sambil mengulurkan tangan.
“Nata, iya nggak papa,” Nata menjawab sekenanya
“Nat, Ayas, pacar kamu?” tanya Inov
Nata sedikit kaget ditanya begitu, “Enggak, dia sahabat aku dari SMP,”
jawab Nata berusaha sebiasa mungkin
“Ohh, kirain pacar, Ayas cantik ya, energik gitu keliahatannya, pasti
orangnya lucu. Eh ia aku mesti ke BK ngambil buku, bye Nat,” Inov meninggalkan
kelas.
Ah dasar anak baru sok tahu, dia sok-sok mengomentari Ayas,
padahalkan yang tahu bagaimana sahabatnya itu adalah dia. Tapi dia tidak
menyangkal pendapat Inov, Ayas memang energik, ceria, dan entah sejak kapan
sahabatnya itu berubah, kakinya jenjang, kulitnya putih dan halus, rambutnya
yang dulu hanya dikuncir dua sekarang terurai indah, entah sejak kapan, Ayas
menjadi…cantik.
#5
Semangat untuk Nata ( Ayas)
Acara ulang tahun SMA Nusa Bangsa sudah ramai dari pagi, dan
sekarang giliran Nata untuk menampilkan penampilan solonya di atas panggung.
Sebenarnya Nata sudah menolak, namun Ayas memaksanya, dia merengek dan terus
memberi semangat agar Nata menerima tawaran itu.
“Kamu tahu aku kan Yas, aku paling nggak bisa tampil di depan orang
banyak, aku nggak suka,” Nata menggeleng.
“Tapi Nat, suara kamu bagus, ayolah, semua orang pasti suka, kalau
nggak demi kamu demi aku deh,ya?,” Ayas masih bersikukuh.
“Okelah,” Nata berkata setelah menghela nafas panjang.
Dan kini ia menyesali kata-katanya itu. Nata benar-benar mati kutu,
dia berkeringat dingin memandang sekeliling dan merasa pusing. Dia gemetar
memegang keyboarnya. Yas kamu dimana?
Tiba-tiba sesosok gadis berpompom kuning menyeruak diantara
kerumunan lalu dengan lantang dia meneriakkan yel-yel untuk Nata. Melenggak-lenggok
dengan lincah dan terus meneriakkan semangat untuk Nata. Nata tertegun, Ayas,
gadis itu adalah Ayas, dan kini semua penonton menyerukan namanya mengikuti
suara Ayas. Ayas tersenyum padanya, matanya seolah berkata Good Luck padanya. Iapun dengan mantab menekan tuts keyboardnya.
Dan ku mengerti sekarang
Ternyata kita menyatu
Didalam kisah yang suci
Kuakui kamulah cinta
terakhir
Nata menyelesaikan lagu Cinta Terakhir dengan lega. Thanks Yas, untung ada kamu, Nata
bergumam dalam hati.
Dari kejauahan Inov tersenyum, dia melihat dengan jelas semua.
Semangat Ayas untuk Nata, Kekuatan Nata setelah melihat Ayas. Dia membidikkan
sekali lagi kameranya pada Nata kemudian berlalu.
#6
Melindungi Ayas (Nata)
Hari ini adalah hari penentuan untuk menjadi kapten cheerleader,
Ayas tampak bersemangat sekali. Dia sudah menyiapkan semua, tarian terbaik,
gerakan baru, semuanya. Dia bersemangat sekali hingga tak menyadari bahwa
Naysila melihatnya dengan sinis.
“Liat aja Yas, aku yang bakal jadi kapten, bukan kamu, aku bakal
buat kamu malu hari ini,” Nay tersenyum licik.
Dan saatnya pun tiba, Ayas tersenyum dan mulai melakukan gerakan
dengan lincah, namun beberapa saat ia mulai merasakan sakit pada ujung kakinya
dan brak, Ayas jatuh dan merasakan sakit yang amat sangat. Semua orang
dilapangan tertawa melihatnya, Nay tersenyum licik karena paku payung yang
ditaruhnya di sepatu Ayas bekerja sesuai rencana.
Ayas merasakan sakit, malu, marah, semua bercampur aduk, dia hanya
tertunduk, tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba ia merasakan tubuhnya
terangkat oleh tangan kokoh seseorang, dia mendongak, Nata. Nata menggendong
Ayas meninggalkan lapangan dan menuju UKS sekolah mereka.
Sesampainya disana ia mendudukkan Ayas di kursi dan membuka sepatu
Ayas dan kaget bercampur kawatir melihat darah merembes ke kaos kaki Ayas. Ayas
menangis, Nata terkejut dan berkata dengan kawatir, “Sakit banget ya Yas, tahan
ya bentar aku ambilin obat merah sama perban, aduh sakit banget ya? Tahan ya
Yas”
Ayas tidak menjawab namun memeluk Nata, “Nata, tadi aku malu banget,
aku nggak tahu gimana kejadiannya kalau nggak ada kamu, makasih Nat.”
Nata sedikit kaget lalu membelai rambut gadis itu, diam tanpa tahu
harus berbuat apa. Samar terdengar bunyi kamera dibidikkan, dan sekali lagi
Inov tersenyum sebelum berlalu diam-diam.
#7
Ngapain dia ada disini? (Nata)
Nata memasuki gerbang rumah Ayas dan kaget melihat Inov keluar dari
rumah Ayas. Alis Nata berkerut,”Inov?”
“Hai Nat, pergi dulu ya, bye,” Inov tersenyum dan berlalu.
Nata masuk dan menemui Ayas yang sedang menonton tivi sambil kakinya
diperban.
“Yas, barusan Inov kesini, ngapain?” tanya Nata sambil meletakkan es
krim di depan Ayas.
“Emm…dia..jenguk aku, kenapa? Cemburu? Hahaha,” Ayas tertawa lepas.
Nata tergagap dan hanya menjitak ringan kening Ayas. Tapi dalam hati
dia merasakan sesuatu, apa benar dirinya cemburu, apa benar dia menyayangi Ayas
melebihi seorang sahabat sehingga dia tidak rela ada lelaki lain mendekati
Ayas. Ah tapi dia terlalu takut untuk menyadarinya, dia takut Ayas akan
menjauhinya.
“Nat..Nat..woy Nat,kok ngelamun?” lambai tangan Ayas membuyarkan
lamunan Nata
“Hah eh, es krimnya tuh cepet dimakan, ntar keburu cair, udah susah-susah
di beliin,” jawab Nata berusaha mengalihkan pembicaraan.
#8
Janji Lama (Nata)
Hujan turun dengan deras sore itu sehingga Nata dan Ayas memutuskan
menunggu disekolah sambil menunggu hujan reda. Mereka duduk di bangku depan
kelas yang sudah sepi.
“Yas, aku mau ngomong sama kamu,” Nata memulai pembicaraan.
“Haha, formal amat Nat, ya ngomong aja lagi, ada apa sih?” Ayas
berkata sambil menengadahkan tangan pada air hujan.
“Waktu smp kan aku janji kalau aku suka sama seseorang bakal bilang
kamu”, Nata berkata ragu.
“Jadi kamu suka sama seseorang sekarang? Waah..siapa Nat?” tanya
Ayas antusias.
“Aku suka sama kamu,” Nata berkata sambil menghadap Ayas.
Ayas menurunkan tangannya lalu memandang Nata, “Aku kira kamu tulus
sahabatan sama aku Nat,” dia berujar tak percaya.
“Yas, aku tulus sahabatan sama kamu, aku juga nggak tahu kenapa
perasaan ini bisa muncul, aku nggak berharap kamu bales perasaanku kok, kamu
ada dideket aku aja udah cukup Yas,” Nata berkata panik.
“Aku nggak mau ketemu kamu lagi,” Ayas berlari meninggalkan Nata tak
perduli hujan turun masih sangat deras.
“Yas, Ayassssssss,” Nata berteriak memanggil namun..
“Nat, Nata bangun woy, ngapain coba manggil nama Ayas gitu,” Titan
abangnya membangunkannya.
Nata terbelalak dan segera menarik napas lega, “untung cuma mimpi”.
“Sana cepet mandi Nat, udah jam berapa nih,” Titan berkata seraya
keluar dari kamar Nata.
Nata memandang fotonya bersama Niki saat upacara kelulusan SMP,
disana mereka tertawa lepas sambil bergandengan tangan.
Aku nggak bakal biarin
perasaan egois ini ngerusak semuanya Yas, kamu terlalu berharga dan aku nggak
mau kamu pergi, sorry kalau aku nggak bisa nepatin janji aku, Nata berjanji dalam hati.
#9
Rahasia (Ayas)
“Ayas udah pergi barusan aja Nat, dia berangkat bareng Inov,” Kak
Clara, kakak Ayas menjelaskan pada Nata saat cowok itu menjemput Ayas untuk
pergi sekolah.
“Oh gitu ya kak, yaudah aku pamit,” Nata undur diri dengan perasaan
kecewa.
Tidak biasanya Ayas seperti ini, dia ingin marah, dia benci
mengatakan bahwa dia…cemburu.
Sesampainya disekolah Nata melihat Ayas dengan tenang menyedot
segelas susu kedelai. Diapun dengan sengaja menyenggolnya sampai Ayas tersedak.
“Uhuk-uhuk, Nat santai Nat, kalau mau duduk bilang-bilang dong,”
Ayas berusaha menstabilkan suaranya kembali.
“Kamu juga nggak bilang kalau kamu mau pergi sekolah bareng Inov, tahu
gitukan aku nggak usah susah-susah jemput,” Nata kelihatan sewot.
“Oia, hehe sorry deh sorry Nat, tadi aku ada urusan dulu sama Inov,”
Ayas nyengir.
“Urusan apa?” Nata bertanya.
“Emm..errr..rahasia,” Ayas terlihat tidak yakin dengan jawabannya.
Nata cuma menahan perasaannya untuk tidak penasaran lagi. Dia
menghela nafas panjang dengan tidak senang.
#10
Nata (Ayas)
Nata melempar handuk pada Ayas yang basah kuyup.
“Ngapain sih latihan cheers pas ujan-ujan gini, nyari penyakit?”
Nata mengomel
“Kan pertandingan basket udah tinggal deket lagi Nat, jadi ya kita
juga harus latian keras,” Ayas menjelaskan sambil mengeringkan rambutnya dengan
handuk.
“Kan tim basket yang main, kamu ngapain terlalu ribet sampe maksain
diri latian,” Nata berkacak pinggang masih mengomel.
“Aku nggak maksain diri kok, lagian aku suka kok nari dibawah
hujan,” Ayas membela diri.
“Hhh..menye-menye lagi,
awas sampe sakit aku nggak mau jenguk,” Nata berkata lalu pergi.
“Eh Nat mau kemana?” Ayas bertanya.
“Beli teh anget, kamu tunggu disitu aja,” Nata berkata dengan nada
masih sinis.
Ayas tersenyum.
Inov datang dan berkata, “Nata itu emang sinisnya nggak ketulungan
ya, kalau marah ngena banget.”
“Nata emang gitu dari dulu, suka ngomel panjang pendek, sinis, tapi
dia sebenernya perhatian, gitu-gitu dia sabar banget lho ngadepin aku yang
bawel,” Ayas berkata sambil masih mengeringkan rambutnya.
Inov tersenyum,”Nggak ada yang kenal Nata kayak kamu kenal dia Yas, semakin
ngebuktiin kan kata-kata aku waktu itu”.
Ayas sedikit tertegun.
#11
Inov lagi, Inov lagi (Nata)
Nata sudah menunggu diteras rumahnya selama 2 jam namun batang
hidung sosok yang ditunggunya tidak muncul juga. Ia tahu Ayas memang sering
terlambat, tetapi 2 jam, tidak biasanya. Ia lalu mengambil handphonenya dan menekan nomer Ayas.
“Halo,” suara Ayas terdengar
“Yas, kamu dimana sih, aku udah tungguin kamu 2 jam, katanya mau
minta ajarin matematika,” Nata memulai omelannya.
“Aduh Nat sorry banget, aku nggak bisa dateng, ada urusan mendadak
yang penting banget, besok deh ya,besok,” Ayas memohon sambil sepertinya
tergesa-gesa.
“Yas ayo cepetan,” terdengar suara di belakangnya. Nata tahu itu
suara Inov.
“Yas kamu lagi sama Inov?” Nata bertanya dengan deg-degan.
Namun telephone sudah keburu mati dan ia hanya bisa termengung. Inov lagi..Inov lagi, gumamnya dalam
hati. Akhir-akhir ini Ayas sangat dekat dengan Inov, mereka sering ngobrol
bahkan tak jarang pulang sekolah pergi berdua dan selalu merahasiakannya dari
Nata.
#12
Pengakuan Inov
Nata lagi-lagi melihat Ayas pergi dengan Inov pulang sekolah hari
ini. Namun kali ini dia memberanikan diri untuk mengikuti mereka berdua. Dia
tidak tahan saat mendengar obrolan beberapa teman sekelasnya tadi siang saat
istirahat.
“Eh Nat, sekarang Ayas deket ya sama Inov,” Erik bertanya pada Nata.
Nata hanya mengangkat bahu.
“Aku denger ntar mereka mau pergi ke suatu tempat, dan kayaknya Ayas
excited banget pas Inov ngajak dia pergi, apa jangan-jangan Inov mau nembak dia
ya Nat?” Erik tak berhenti bertanya.
“Ah tahu deh, terserah mereka toh, kenapa kamu yang pusing,” Nata
berkata sambil bersikap sewajar mungkin.
Namun sekarang tidak bisa, dia deg-degan setengah mati saat mengekor
Ayas dan Inov. Ia sempat kehilangan jejak namun segera berhasil menemukan motor
Inov di depan tempat cetak foto. Sedikit heran namun dengan terengah-engah
karena mengayuh sepedanya dengan kencang Nata mendekati tempat itu. Ia melihat Ayas
didalam, belum sempat ia masuk, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.
“Nat,” Inov tersenyum.
“Inov,” Nata sedikit tergagap.
“Kamu ngikutin kita kesini kan ?” kata-kata Inov tepat sasaran
“Kamu suka kan sama Ayas?” Inov mantab bertanya lagi
“Aku sama Ayas cuma sahabat,” Nata berkata pelan
“Oke kalau gitu boleh dong aku jadiin dia pacar aku?” Inov bertanya
tanpa ampun
Nata terdiam, dia ingin mengatakan terserah namun tak rela.
“Hahaha, udah kuduga, kamu suka sama Ayas, dan itu bukan pertanyaan
lagi, rencana aku berhasil dong nyadarin kamu,” Inov tidak dapat menahan
tawanya.
“Maksut kamu?” tanya Nata heran.
“Ia Nat, Ayas itu sepupu aku, kita sering pulang bareng karena
jengukin nenek yang lagi sakit, aku sengaja nyuruh Ayas nggak bilang apa-apa
sama kamu, termasuk nggak bilang kalau aku sepupunya, aku mau yakinin dia kalau
kamu suka sama dia, dan aku berhasil kayaknya,” Inov tersenyum puas
“Tapi aku cuma sahabatan sama dia Nov, aku nggak mau nuker hubungan
ini sama sebuah hubungan baru yang nggak pasti,” Nata berkata dengan serius.
“HH..Nat, jalan Tuhan itu nggak ada yang tahu, siapa tahu kalian
jodoh dan Dia mempertemukan kalian dengan jalan sahabat ini, kalau menurut aku,
terlalu jahat kalau kamu bikin sahabatan jadi alasan buat mendem perasaan,
intinya, mencintai seseorang membutuhkan keberanian Nat,” Inov berbicara
panjang lebar
#13
………. (Ayas)
Ayas memandang foto-foto yang selesai dicetak itu ditangannya. Ada
foto saat dia bercanda dengan Nata di kelas, saat dia berboncengan dengan Nata,
foto waktu dia menyemangati Nata saat cowok itu manggung disekolah, melihat
ekspesi Nata saat memandangnya latihan cheers dengan kawatir saat hujan, banyak
sekali yang Inov potret untuk menunjukkan padanya bahwa dia maupun Nata
memiliki rasa sayang lebih daripada rasa sayang terhadap sahabat.
Dan Ayas pun tesenyum tak memungkiri sambil menatap lekat foto
terakhir, foto dimana dirinya tertawa lepas dan Nata tersenyum disampingnya. Ia
ingat pada saat Inov berkunjung kerumahnya pada saat kakinya diperban, disana
dia mengobrol banyak dengan Inov yang ternyata sepupunya, dan tanpa sadar
sebagian besar omongannya adalah tentang Nata.
Ia pun membawa foto-foto itu keluar dan terkejut melihat Nata diluar
dengan baju basah penuh keringat.
“Nat?” Ayas memandang Nata dengan tatapan penuh tanya.
Inov tersenyum penuh arti kepada Ayas dan gadis itu sadar bahwa Inov
telah menceritakan semuanya pada Nata.
Tiba-tiba Nata menggenggam tangan Ayas dan berkata, “Pulang yuk”
Ayas hanya tersenyum dan mengikuti Nata menuju sepedanya.
Diperjalanan pulang Nata berkata, “ Yas, aku mau tepatin janji aku.”
“Ha?”
“Aku sayang kamu Yas,” Nata berkata mantab
Ayas tersenyum sambil menatap foto ditangannya, “I know.”
Tiba-tiba gerimis turun, padahal langit sangat cerah siang itu.
Sekali lagi, keajaiban terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar